Pertarungan politik di tingkat Jawa Tengah semakin hari semakin memanas, bakal calon gubernur yang akan meramaikan pemilihan pada tahun 2008 mulai berkampanye kesana kemari seolah- olah dirinya adalah yang terbaik dari masyarakat Jawa Tengah.
Spanduk, baliho, pamflet ,stiker, kalender, dan media publikasi lainnya telah mengisi setiap ruaang publik kita bahkan ruang pribadi di rumah kita. Pertaanyaaannya apakah yang besar- besaran mengenalkan dirinya di masyarakat lewat media tersebut akan terpilih oleh rakyat ?
Pertanyaan ini patut direnungkan bagi siapa saja yang terlibat agenda politik terbesar di Jawa Tengah baik calon gubernur, tim suksesnya, dan kita sebagai orang yang akan menentukan pilihan.
Dengan kampanye yang luas dan menghabiskan dana yang sangat besar memang akan di kenal masyarakat, namun jangan lupa bahwa masyarakat sekarang sudah cerdas dan sangat kritis.
Mereka akan bertanya- tanya darimana uang sebanyak itu mereka dapatkan ? apakah uang pribadi ? ataukah uang dari para pengusaha yang jika dirinya jadi gubernur akan menguasai proyek- proyek yang ada di Jawa Tengah.
Menurut Drs. Teguh Yuwono, M.Pol. Admin pakar politik dari Undip Semarang mengungkapkan paling tidak untuk memasang spanduk dan sejenisnya di seluruh pelosok Jawa Tengah membutuhkan biaya sekitar 1 sampai 2 milyar rupiah. angka yng sangat fantastis untuk orang Jawa Tengah.
Angka tersebut baru untuk publikasi belum untuk kampanye mendatangkan masa dan kebutuhan yang lainnya.
Begitu mahalnya pelaksanaan Pilkada seharusnya menampilkan pemimpin yang berkualitas, namun sering terjadi pemimpin yang muncul adalah orang yang hanya mau memimpin bukan orang yang bisa memimpin.
Orang awam tentu akan berfikir berulang kali untuk memilih calon yang begitu berambisi menjadi pejabat dengan menggunakan kekayaan yang dimilikinya.
Kita melihat Pilkada Bojonegoro menjadi fenomena yang menarik, pemilih lebih rasional dan cerdas. Justru mereka memilih orang yang tidak begitu berambisi untuk menjadi Bupati.
Suyoto calon Bupati yang diusung partai kecil mampu mengalahkan incumbent dengan suara mutlak.
Padahal dari sisi apapun lawan Suyoto adalah orang yang dari sisi materi maupun non materi jauh diatasnya.
Dengan modal pendekatan yang intensif di masyarakat akhirnya warga Bojonegoro menjatuhkan pilihannya kepada Suyoto.
Ditarik ke Pilkada Jawa Tengah, apakah fenomena yang terjadi di Bojonegoro juga akan berimbas di Jawa Tengah, dimana masyarakat sudah muak dengan calon- calon yang selama ini telah banyak memasang gambar- gambar di pelosok sudut jalan.
Kita lihat saja nanti apakah pada tanggal 22 Juni 2008 partai besar akan selalu memenangi pemilihan kepala daerah langsung (PILKADAL).